[Cerita Mini] Mirabelle
Mirabelle. Kami bertemu setiap hari di studioku. Awalnya aku tak pernah mengira ia bisa tampak secantik ini dimataku. Namun ternyata benar kata orang, jika setiap hari bertemu, perasaan seseorang bisa berubah. Ia berumur 20-an akhir, tubuhnya kecil dan langsing. Mata bulat berwarna coklat cerah beralis tebal. Hidung ramping dan bibir penuh. Rambutnya hitam lurus tergerai.
[caption id="" align="aligncenter" width="250"] credit[/caption]
Kami tak pernah saling berkenalan. Entah aku yang malu ataukah ia. Tiap aku mencuri-curi pandang ke arahnya, ia pun ternyata sedang menatapku pula.
Setelah sekian lama, ternyata di hari ini, takdir berkata lain. Kami harus berpisah. Aku memberanikan diri untuk membawanya duduk berdua di pinggir taman, tempat biasa orang-orang meluangkan waktu bersama keluarga di sore hari.
“Pak, saya sangat suka yang ini. Tapi rasanya kemahalan kalau segitu. Bagaimana kalau kutawar jadi Rp. 350,000?” seseorang yang tertarik padanya membuka pembicaraan.
“Gimana ya pak... Apa tak bisa dinaikkan lagi? Ini benar-benar kualitas bagus loh. Bapak bisa lihat sendiri...,” ujarku.
“Kalau begitu, aku naikkan Rp. 50,000. Hanya itu.”
Aku berpikir keras. Hatiku bolak-balik menimbang.
“Baiklah, pak. Aku lepas Rp. 400,000. Tolong dijaga baik-baik. Ini sangat berharga untukku.”
Bapak itu pun pergi bersama wanita yang kukasihi. Demi mengisi perut, kurelakan sebuah lukisan maha karyaku : Mirabelle.
[caption id="" align="aligncenter" width="250"] credit[/caption]
Kami tak pernah saling berkenalan. Entah aku yang malu ataukah ia. Tiap aku mencuri-curi pandang ke arahnya, ia pun ternyata sedang menatapku pula.
Setelah sekian lama, ternyata di hari ini, takdir berkata lain. Kami harus berpisah. Aku memberanikan diri untuk membawanya duduk berdua di pinggir taman, tempat biasa orang-orang meluangkan waktu bersama keluarga di sore hari.
“Pak, saya sangat suka yang ini. Tapi rasanya kemahalan kalau segitu. Bagaimana kalau kutawar jadi Rp. 350,000?” seseorang yang tertarik padanya membuka pembicaraan.
“Gimana ya pak... Apa tak bisa dinaikkan lagi? Ini benar-benar kualitas bagus loh. Bapak bisa lihat sendiri...,” ujarku.
“Kalau begitu, aku naikkan Rp. 50,000. Hanya itu.”
Aku berpikir keras. Hatiku bolak-balik menimbang.
“Baiklah, pak. Aku lepas Rp. 400,000. Tolong dijaga baik-baik. Ini sangat berharga untukku.”
Bapak itu pun pergi bersama wanita yang kukasihi. Demi mengisi perut, kurelakan sebuah lukisan maha karyaku : Mirabelle.
***
197/200 kata
Tema : Cinta Lokasi
Update 10 Maret 2013:
Flash Fiction ini diikutsertakan dalam #postcardfictionEdisiValentine oleh Kampung Fiksi dan Smartfren
Seperti biasa, bengong deh jadinya :D nih yg buat bentang ya mbak? hehe, padahal waktunya mepet banget ya, gudlak
BalasHapusHadoh mayya, ceritanya bagusss bangets sihhh
BalasHapusMakasih ya mbak. iya bener, kebetulan ada ide :)
BalasHapusMakasih ya cantik :)
BalasHapushuhuhu.. so sad :(
BalasHapushihihi ada kata2 "studio" tak kira kamera yang mau dijual, etapi kok kemurahan ya kalo kamera... ealah ternyata lukisan! hosh hosh.... :D
BalasHapus*sodorin tisu*
BalasHapushihihi...sengaja biar salah tebak ;p
BalasHapuswah.. kirain merk lipstik :))
BalasHapusbagus mbak, TOP
Gaaaak hahaha...Kalau dibayar ama produknya sih mau eyke *modus*
BalasHapusMakasih ya mbak Rochma :)
saya kira boneka manekin.. :)
BalasHapushahahaha, bener juga ya mbak, tapi masak bawa manekin ke taman siiiih *towel-towel*
BalasHapusSoalnya di bayangan saya kalau bentuk manekin kan lebih 'nyata'. Jadi cantiknya kelihatan.. Hehehe.. :D
BalasHapusHihihi...bisa sih mbak, kalau saya membayangkannya semacam lukisan Monalisa gitu deh hihihi...kayaknya manekin bisa jadi ide cerita nih, yuk buat yuk!
BalasHapushayuuk.. :)
BalasHapussaya kira, mengejutkan. bikin ketawa :D
BalasHapusMakasih opi :)
BalasHapus