Someone Who Stays To Watch Me Burn - Part 1: PTSD
(Disclaimer) Tulisan ini diperlukan kebijaksanaan dan pikiran terbuka dari pembacanya. Tulisan ini dimaksudkan untuk menolong dan membuka hati bagi siapapun yang berkaitan dengan penganiayaan terlebih pada anak-anak, baik pelaku, korban, tetangga, dan orang terdekat untuk mengambil langkah untuk menghentikannya.
*Bulan ini tujuh tahun yang lalu, saya terbebas. Perlu waktu selama itu bagi saya untuk menerima apa yang telah terjadi pada hidup yang selama ini saya ketahui dan terus berusaha untuk sembuh dari trauma kekerasan sejak kanak-kanak. Sekarang, saat ini, saya siap untuk bercerita.
~ ~ ~
"It has been said, 'time heals all wounds.' I do not agree. The wounds remain. In time, the mind, protecting its sanity, covers them with scar tissue and the pain lessens. But it is never gone" ~ Rose Kennedy.
Kira-kira dua-tiga minggu yang lalu, saya bertanya kepada salah satu teman lama saya yang kini berkutat untuk gelar S2 Psikologinya. Pertanyaan yang saya ajukan padanya mungkin tidak biasa.
Apakah mungkin saya ini bisa jadi PSIKOPAT?
Apakah mungkin saya ini bisa jadi PSIKOPAT?
***
Tiada anak yang menyadari bahwa ia mengalami kekerasan ketika itu terjadi. Ia hanya mengetahui bahwa itu adalah salah dirinya setelah berulang kali terjadi. Sebagian besar anak-anak yang mengalami kekerasan, justru dianiaya oleh orang-orang terdekat.
Dan begitu juga dengan saya. Tidak pernah terpikirkan oleh saya bahwa perlakuan yang diterima semenjak kecil bukanlah hal yang normal. Saya tidak pernah bertanya bahkan menyadari darimana kecenderungan saya untuk berkata dan berbuat kasar berasal. Saya hanya tahu bahwa sayalah yang salah. Sayalah yang tidak normal.
Ketika saya menerima carut-marut, saya hanya tahu, itu salah saya.
Ketika saya menerima pukulan demi pukulan, saya hanya tahu, itu akibat ulah saya.
Ketika saya tidak pernah cukup baik, memang demikianlah adanya.
Betapa mirisnya ketika disakiti dan dianiaya begitu tak terhingga, ketika akhirnya menjadi terbiasa.
Bahkan harimau pun tidak memakan anaknya, pernah dengar pepatah ini? Ternyata di dunia saya, tidak demikian.
Saya tidak sanggup mengingat satu-persatu kejadian ngilu semenjak saya kecil tanpa menangis tersedu-sedu. Dan ketika menulis ini, saya memutuskan untuk tidak ingin mengingat detailnya. Perbedaan antara saya dan orang lain adalah, ketika orang lain bangun di pagi hari, mimpi buruk mereka berakhir.
Tahun lalu, saya baru menyadari pernah menderita PTSD (Post-Trauma Stress Disorder) ketika iseng mencari tahu saat menonton Criminal Minds.
PTSD tidak hanya diderita oleh tentara atau veteran. PTSD menyerang penyintas kekerasan atau pernah melihat kejadian yang menyebabkan trauma ekstrim. Saya menderita PTSD di tahun 2008, tahun dimana saya meninggalkan rumah. Atau yang seharusnya disebut rumah.
PTSD membuat saya sering menangis dan ketakutan tanpa sebab, mimpi buruk dikejar-kejar, tidak bisa tidur di malam hari serta diserang flashback. Really bad flashback. Itu terjadi hampir sepanjang waktu. Di masa itu, dukungan dari orang terdekat yang mengerti keadaan kita sangat penting. Saya bisa melalui masa PTSD karena kesabaran dan kepedulian suami saya (yang waktu itu masih calon).
PTSD adalah reaksi normal dari trauma yang ekstrim, sama seperti berdarah yang merupakan reaksi normal dari ditusuk.
credit Klik untuk memperbesar |
Serangan panik dari PTSD terberat yang saya rasakan ketika hamil 5 bulan si sulung. Menerima kabar via telpon yang berhubungan dengan masa lalu, seketika saya ketakutan setengah mati. Saya berteriak-teriak luar biasa panik dan menangis keras, padahal waktu itu saya sedang berada di kantor.
Di Criminal Minds, psikopat memang biasanya lahir dari kekerasan semenjak kecil. Dan saya takut menjadi salah satunya, karena saya mengerti bagaimana pelaku di serial tersebut berpikir. Saya berpikir seperti mereka. Melakukan suatu kekerasan bahkan yang kejam sekalipun, adalah suatu hal yang normal. Seperti yang kami dapatkan sehari-hari selama bertahun-tahun. Lalu apa untungnya melakukan hal-hal begitu? Kepuasan.
Saya pernah membully. Rasanya menyenangkan sekali. Memiliki power yang biasanya tidak bisa saya miliki. Ketakutan dari orang lain membuat kecanduan. Lagi dan lagi. Namun, di satu titik, bagaimanapun setiap manusia memiliki hati nurani. Sebiadab apapun diperlakukan atau memperlakukan orang lain, hati nurani tidak bisa dibohongi. Saya berhenti sebelum saya kehilangan nurani. Itu adalah penyesalan saya yang paling dalam. Semoga Allah mengampuni saya.
Anak-anak yang sepanjang hidupnya dikasari dan dianiaya, beberapa diantaranya, entah beruntung atau sebaliknya, bisa bertahan hidup dan tumbuh dewasa. Tapi kerusakan yang telah terjadi mengikuti sang anak ke masa depannya. Anak-anak (malang) itu menderita depresi, PTSD, dan berjuang dengan sakit kejiwaan lainnya. Tak ada obat yang lebih baik dari kepedulian dan kasih sayang.
***
Mungkin beberapa ada yang bertanya, kenapa saya tidak meminta pertolongan? Kenapa harus menunggu bertahun-tahun?
Saya yang waktu itu anak-anak beranggapan adalah hal yang biasa diperlakukan kasar (seperti yang saya jelaskan di atas). Selain itu, pelaku kekerasan/penganiaya memiliki peraturan tidak tertulis. Salah satu peraturan paling dasar adalah : TETAP DIAM. Penganiaya menggunakan rasa takut dan malu agar yang dianiaya tetap diam. Saya takut jika mengatakannya pada orang lain, saya akan dianiaya lebih lagi. Saya malu jika ada yang mengetahui bahwa saya dianiaya. Penganiaya akan memutar balik fakta bahwa itu adalah kesalahan si korban. Ketakutan inilah yang digunakan untuk membuat saya (dan korban lainnya) tetap diam.
Karena kekerasan fisik dan psikis adalah bagian dari kontrol sepanjang hidup dan karena penganiaya sangat merasionalkan penganiayaannya (terlebih memiliki hubungan darah), sangat sulit untuk menjelaskan pada orang lain betapa buruknya perlakuan si penganiaya.
Salah seorang teman lama saya, bertanya kenapa keluarga saya akhirnya menjadi keluarga broken home? Bukankah selama ini keluarga saya adalah keluarga paling harmonis yang pernah dilihatnya? Itulah topeng yang digunakan untuk menutupi fakta bahwa ada yang salah dengan keluarga kami. Sebuah rahasia paling buruk di balik pintu tertutup.
Saya yang waktu itu anak-anak beranggapan adalah hal yang biasa diperlakukan kasar (seperti yang saya jelaskan di atas). Selain itu, pelaku kekerasan/penganiaya memiliki peraturan tidak tertulis. Salah satu peraturan paling dasar adalah : TETAP DIAM. Penganiaya menggunakan rasa takut dan malu agar yang dianiaya tetap diam. Saya takut jika mengatakannya pada orang lain, saya akan dianiaya lebih lagi. Saya malu jika ada yang mengetahui bahwa saya dianiaya. Penganiaya akan memutar balik fakta bahwa itu adalah kesalahan si korban. Ketakutan inilah yang digunakan untuk membuat saya (dan korban lainnya) tetap diam.
Karena kekerasan fisik dan psikis adalah bagian dari kontrol sepanjang hidup dan karena penganiaya sangat merasionalkan penganiayaannya (terlebih memiliki hubungan darah), sangat sulit untuk menjelaskan pada orang lain betapa buruknya perlakuan si penganiaya.
Salah seorang teman lama saya, bertanya kenapa keluarga saya akhirnya menjadi keluarga broken home? Bukankah selama ini keluarga saya adalah keluarga paling harmonis yang pernah dilihatnya? Itulah topeng yang digunakan untuk menutupi fakta bahwa ada yang salah dengan keluarga kami. Sebuah rahasia paling buruk di balik pintu tertutup.
***
Ada sebuah ungkapan, "Ada gajah di ruang keluarga," yang bertujuan untuk menjelaskan bagaimana hidup dengan pecandu obat-obatan, pecandu alkohol, dan penganiaya. Orang-orang di luar hubungan seperti itu akan bertanya, "Bagaimana mungkin kamu membiarkan hal-hal seperti itu terjadi bertahun-tahun? Tidakkah kamu melihat ada gajah di ruang keluarga?"
Dan sangatlah sulit bagi siapapun yang tinggal dalam situasi melebihi normal untuk mengerti jawaban yang mendekati kebenaran tersebut; "Maafkan saya, tetapi gajah itu sudah ada ketika saya pindah kesana. Saya tidak tahu bahwa itu gajah; Saya pikir itu adalah bagian dari perabot." Dan itulah momen - AHA! bagi beberapa orang - yang beruntung ketika mereka tiba-tiba mengerti perbedaannya.
~ Stephen King
baca ini pas tadi siang udah marah sama anak-anak karena rebutan nonton,dan kakaknya berteriak ga sabar ...duh jadi pengen mengulang waktu. belajar jd ortu sabar ternyata tidak mudah :((
BalasHapusGapapa mbak, marah itu manusiawi. Tapi yang tidak manusiawi jika kita marah dan memukul atau marah dan memaki. Aku yakin mbak adalah orang tua yang baik ^__^
Hapussedih baca postingan ini.. tetap tegar ya Mak :'(
BalasHapusIya mbak, makasih supportnya!
HapusAku jadi inget sama buku "A child called it" Mak
BalasHapushaahhh iya bener T_____T
HapusBeen there also. Walaupun beda bentuk dan kadarnya sepertinya. Be strong ya maaaak..Inshaa Allah pengalaman masa lalu bisa menjadikan kita orang yang lebih baik. Aamiin.. Salam kenal mak.
BalasHapusspeechless baca ini.... ikut sedih, mungkin kita tidak bisa memilih masa lalu kita tapi insya Allah kita masih bisa merenda masa depan kita .
BalasHapusapa yang mbak tulis, serasa mewakili sedikit apa yang pernah terjadi dan saya alami. pertanyaan dan pernyataan yang sama pernah saya ajukan kepada suami, "apakah saya seorang psikopat?". saya kalau marah meledak-ledak, tak bisa lepas dari kenangan buruk masa lalu, dan gampang terpancing emosi bilaterkait dengan masa lalu. dan masa lalu itu bernama kekerasan. mungkin sesekali kita bisa sharing dan nulis buku ttg ini :)
BalasHapusMemaafkan dan berdamai dengan masa lalu mungkin bisa mengurangi trauma itu. semoga...
BalasHapusUntungnya Mak menyadari dan segera meminta pertolongan ya. Terimakasih sudah sharing mak. kadang kita merasa dibentak, dikucilkan itu hal biasa tapi ternyata itu membuat luka menganga yg perih tiada habisnya :)
BalasHapusWaduh May, kok sama ya. Kadang juga bertanya apa aku psikopat karena kadang kalau udah marah, mau ditahan susah. Kebencian pada masa lalu masih suka timbul apalagi kl lagi deket pemicunya. Tp jadi berasa berdosa, lah itu kan org tua sendiri. Berusaha ga memperlakukan anak spt dulu kita diperlakukan juga susahnyaaa... Quote yang bilang "suddenly when I shout, I hear my mom" kok makjleb banget.
BalasHapusMakasih udah share yaa. I feel u n u're not alone, unfortunately :'(
hmm... setelah aku menikah dan punya anak, aku malah jadi mengerti kenapa ortu begitu... dan pemahaman ini ternyata malah bikin aku jadi lebih ikhlas. Karena emang sulit sih untuk bisa jadi ortu sempurna. ish, sotoy ya komenku?
BalasHapussaya juga sama kayak Mak Rahmi, langsung teringat dengan buku "A Child Called It." Tapi, Mak Maya dan juga penulis a child called itu termasuk orang-orang yang mampu bertahan dan pada akhirnya menemukan hidup yang lebih baik.
BalasHapusKetika saya menonton Criminal Minds, bagian yang paling menarik itu memang yang melatarbelakangi kenapa pelakunya jadi psikopat. Serem dan sadis perilaku para psikopat. Tapi, di sisi lain, ada sedikit rasa iba terhadap mereka. Karena seringkali sadar atau tidak, orang sekitarlah (termasuk keluarga dekat) yang menciptakan monster bernama psikopat itu.
Terima kasih udah berbagi ya, Mak. Semoga jadi pelajaran kita semua :)
Terima kasih, telah berbagi..
BalasHapussaya pun dari sekian anak yang mengalami hal yang buruk di masa kecil,, keseimbangan lainnya, sejak kecil saya sudah mengenal namanya 'takdir' dari Allah. seiring berjalannya kehidupan, saya merasa takdir masa lalu, adalah didikan Allah untuk masa depan... ternyata kehidupan masa depan tak kalah kerasnya, tempaan Allah masa kecil ternyata penguatnya.
Iya, walaupun saya tidak sampai psikopat, tetap saja luka itu membayangi seumur hidup saya.. semoga kejadian buruk di masa lalu, tidak terjadi pada anak-anak kita.
Hai May, pengin meluk kamu waktu baca ini. Benarlah kamu menulis ini sebagai bagian dari mengurangi rasa sakitmu. Allah menyayangimu dg memberi suami yg hebat dan anak2 yg rupawan. Luka batin memang hanya bisa berkurang tapi tak akan bisa hilang. Aku doakan kamu bisa melaluinya dibantu tawa anak2mu ya May.
BalasHapusSedih Mak membacanya. Seorang dosen pernah bilang, luka tidak bisa dihilangkan, tapi kita bisa belajar menerima dan menjadi kuat karenanya. Semoga anak-anak kita terbebas dari kekerasan dan kita sebagai orang tua harus terus belajar :)
BalasHapusMenulis terus mak, menulis bisa mengurangi luka dan kesedihan, sebagai terapi. salam kenal ya..hugs...
BalasHapusMak...saya memang ngga pernah mengalami kekerasan seperti yang pernah mak alami.. Tapi, diantara semua kejahatan yang pernah manusia lakukan terhadap sesamanya, child abuse adalah satu yang paling saya benci di dunia ini. Saya pernah berkecimpung di lembaga adopsi dan perlindungan anak. Jujur aja saya ga kuat mental ketika laporan2 mengenai kekerasan thd anak. Karena saya tau, saya ngga bisa membantu banyak T.T Dan perasaan ingin mencabik2 si pelaku bikin saya frustasi juga...
BalasHapusluka psikologis itu memang tak akan pernah bisa hilang, bahkan bentakan orang tua ke anak saja akan menimbulkan luka di bagian tertentu otak anak, seiring waktu akan menipis, tapi bekas lukanya tak akan bisa hilang, sama spt bekas luka akibat jatuh.
BalasHapusSmoga kita bisa terhindar dari memperlakukan anak2 dg buruk yaa
Membaca ini sedikit membuka lembaran masa kanak-kanakku yang tidak bahagia, mak.
BalasHapusAku di masa anak-anak juga pernah mengalami hal serupa, tetapi dilakukan oleh orang lain. Tetapi sampai sekarang aku belum punya keberanian untuk menuliskannya. Entahlah, mungkin suatu saat. Ini sebuah trauma masa kecil yang begitu membekas.
tetap menulis ya mbak
Tetap tegar ya mak.
Speechless saya.. Tetap kuat ya mak. *hug* :'((
BalasHapus*hugs...
BalasHapusAh iya, aku juga inget sama buku A Child Called It dan 24 Face of Billy. By the way, waktu kecil, pernah lihat ortu lagi bertengkar hebat, tapi ga berani dan takut akhirnya pura-pura merem, padahal takutnya bukan main. As time goes by, ayahku udah berubah banyak Tapi tetap saja kenangan itu membekas dan ga mau punya suami galak dan kasar.
BalasHapusMayya hebat bisa melalui semua itu. Meski kita belum pernah berjumpa, aku selalu merasakam Mayya sebagai sosok yang positif. Doaku yang terbaik untukmu. Selalu.
BalasHapusmakasih sharingnya mak.. bikin aku teringat masa kecilku ada bagian yg kelam.. rasanya ingin sharing jg..
BalasHapuscuma pingin meluk....peluk jauh ^^
BalasHapuswah ternyata BaBlogLo jadi Lovely Blog di blog morningraindrops...
BalasHapus:D salam knal mbak.. :D
i feel you. but i helpless and still looking for help.
BalasHapus*peluk mak mayya* setuju mak, luka itu tdk akan pernah hilang. kayaknya kita senasib, dg versi kekerasan yg berbeda. pertanyaan yg sama sll terulang: semua salahku. dan segala perasaan tdk berharga lainnya. stl mencari kesembuhan sndiri, barulah aku bs positif menatap masa depan. beruntung, dpt pendamping hidup yg setia dan sabar. sempat hidup bahagia stl jauh dr pelaku kekerasan. namun di usia jelang kepala empat ini justru trauma kembali datang. mimpi buruk kembali menghantui. hanya suami n anak2 yg membuatku sabar n pasrah menerima keadaan.
BalasHapussedih dan speechless mak...masyaAllah...mak beneran kuat...ya Allah...semoga mak bahagi dunia dn akhirat...aamiin...pelukku untukmu mak...
BalasHapus