Our Fourth Year

credit

Suamiku tersayang,

Beberapa hari sebelum hari jadi pernikahan kita yang keempat,

Engkau marah besar terhadapku.

Istrimu ini terlalu egois dan keras kepala,

dan seringkali tidak mau mengakui kesalahan.

Bahkan disaat engkau marah,

engkau masih memperlakukanku dengan kasih.

Aku malu pada diriku, padamu dan pada putra kita.

Pikiranku kembali kepada hari pernikahan kita.

Di saat semua tamu sudah pulang,

Hari sudah gelap,

Hidangan sudah habis,

Piring sedang dicuci,

Kerabat mulai pulang.

Ibumu tengah duduk di hadapanku.

Memberikan wejangan dan nasihat.

"Jika salah satu dari kalian berdua

sedang marah,

maka yang lain harus bersabar.

Itu adalah kunci pernikahan."

Sepanjang empat tahun ini,

dirimulah yang selalu bersabar

karena akulah yang selalu marah.

Maafkanlah istrimu ini, suamiku.

Bukankah engkau yang selama ini berada disisiku,

disaat aku sedih dan sendiri?

Bukankah engkau yang selama ini berbagi kebahagiaan,

satu-satunya denganku?

Bukankah engkau yang percaya,

disaat aku bahkan tidak percaya pada diriku?

Bukankah engkau yang menghapus air mata,

disaat hidup kejam terhadapku?

Bukankah engkau yang melindungiku dengan tubuhmu,

disaat pukulan menghampiri kulitku?

Dan bukankah engkau yang memegang tangan dan mencintaiku,

disaat dunia tak lagi sudi akan kehadiranku?

Engkau adalah malaikat tak bersayapku.

Engkau adalah lelaki terbaikku.

Aku akan bersamamu hingga ujung waktu.

Dan aku akan belajar arti kesabaran demi dirimu.

credit

Selamat ulang tahun pernikahan, Kekasihku.
Terimakasih atas tahun-tahun terindah dalam hidupku dan hidup kita.
Aku selalu mencintaimu.
Sekarang.
Dan selamanya.

credit