Let It Go

Some thoughts about friendship. 

Makin udah di umur menjelang 40 ini udah nggak terlalu ingin berteman lagi, karena berteman itu artinya jadi lebih banyak drama daripada hepi. Udah kepengen damai aja gitu hidup, karena tahun-tahun sebelumnya sangat struggle memperjuangkan pernikahan, membesarkan dan mendidik anak-anak, meningkatkan taraf hidup dan ekonomi. Sangat berdarah-darah. Udah capek fisik dan mental kalau harus berjuang lagi. 

Udah cukup ada suami, anak-anak dan adek-adek. Sudah bukan circle lagi karena dikit banget, lebih kayak titik 😂
Karyawan ya tidak bisa dianggap teman, karena  mereka itu tim kerja. Jadi tidak bisa dihitung teman. Murni profesional. 

Udah mencoba juga untuk membuka hati berteman. Menyapa duluan teman lama, dan percakapan itu lebih seperti kuis cerdas cermat. Ditanya dan dijawab, tidak ada feedback. So mundur. 

Udah mencoba lagi juga untuk mendengarkan curhat dan memberi solusi. Namun ya itu. Datang ketika ada masalah saja. Solusi dari kita juga tidak dilakukan. Menghabiskan energi dan waktu tapi zonk. So saya mundur. 

Setelah mundur, masih ada undangan untuk kembali. Tapi entah kenapa sulit sekali untuk mau datang lagi. Karena "solusi yang tidak dilakukan itu" lambat laun akan mendatangkan masalah baru, dan saya nggak mau jadi dana darurat atau backup plan atau penampung curhat lagi.

Kesehatan mental diri sendiri jauh lebih penting dari apapun permasalahan orang lain. 
Karena masalah-masalah di teman itu juga karena pilihan-pilihan mereka ya kan? 

Sungguh tidak adil untuk diri sendiri bertanggung jawab atas pilihan atau perasaan orang lain. We are trying to help at first, but when we are not chosen, so be it. 

Sometimes it is okay jadi orang jahat. Karena di mata orang lain, kita adalah bad guy di cerita seseorang, sama seperti Maleficent  atau Cruella. 

Jika kita dianggap teman, maka ia akan datang dan ada disana untuk kita, sulit dan senang, no matter what. 

So let it go~~




Komentar

Postingan Populer